INDONESIA
A.
Pengetian
Konstitusi
Konstitusi
berasal dari bahasa Perancis “constituer”
yang akan berarti membentuk. Maksud dari istilah tersebut ialah
pembentukan, penyusunan, atau pernyataan akan suatu Negara. Dalam bahasa latin,
”konstitusi” merupakan gabungan dua kata, yakni cume berarti ”bersama dengan…” dan statuere berarti ”membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan,
menetapkan sesuatu”.
Istilah
konstitusi (constitution) dalam
bahasa Inggris, memiliki makna yang lebih luas dari pada Undang-Undang Dasar,
yakni konstitusi adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang secara mengikat cara-cara bagaimana suatu
pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Konstitusi menurut Miriam
Budiardjo adalah suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan
dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa. Sedangkan Undang- Undang dasar
merupakan bagian tertulis dalam konstitusi.
v Konstitusi
dalam arti material (yaitu perhatian terhadap isinya yang terdiri atas pokok
yang sangat penting dari struktur dan organisasi Negara).
v Konstitusi
dalam arti formil (yaitu perhatian terhadap prosedur, pembentukannya yang harus
istimewa dibandingkan dengan pembentukan perundang-undangan lainnya).
v Konstitusi
dalam arti tertulis (yaitu konstitusi yang dinaskahkan tertentu guna memudahkan
pihak-pihak mengetahuinya).
v Konstitusi
dalam arti Undang-Undang tertinggi (yaitu pembentukan dan perubahannya melalui
prosedur istimewa dan ia juga merupakan dasar tertinggi dari perundang-undangan
lainnya yang berlaku dalam Negara).
Dalam
terminology hukum Islam (fiqh siyasah),
istilah konstitusi dikenal dengan sebutan dustur.
Dustur berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama antar
sesame anggota masyarakat dalam sebuah Negara, baik yang tidak tertulis
(konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).
Abdul
Wahhab Kallaf menerangkan, bahwa prinsip yang ditegakkan dalam perumusan
undang-undang dasar adalah jaminan atas hak-hak asasi manusia setiap anggota
masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang di mata hokum, tanpa membedakan
stratifikasi sosial, kekayaan, pendidikan dan Agama.
Ada beberapa pendapat
yang membedakan antara konstitusi dengan undang-undang dasar. Seperti Herman
Heler berpandangan bahwa konstitusi lebih luas dari pada undang-undang dasar.
Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis melainkan juga bersifat sosiologis dan
politis.
F.Laselle
membagi pengerian konstitusi menjadi dua, yakni:
1.
Sosiologis dan Politis, Secara
sosioologis dan politis konstitusi adalah sintesa faktor-faktor kekuatan yang
nyata dalam masyarakat (hubungan antara kekuasaan-kekuasaan dalam suatu
Negara), seperti: raja, parlemen, kabinet, dan partai politik.
2.
Yuridis. Secara yuridis konstitusi
adalah suatu naskah yang membuat semua bangunan Negara dan sendi-sendi
pemerintah.
Dari beberapa
pengertian di atas, konstitusi dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Suatu kumpulan kaidah yang memberikan batasan-batasan
kekuasaan kepada para penguasa.
2.
Suatu dokumen tentang pembagian tugas
dan sekaligus petugasnya dari suatu system politik.
3.
Suatu deskripsi yang menyangkut masalah
hak asasi manusia.
B.
Tujuan, Fungsi
dan Ruang Lingkup Konstitusi
1.
Tujuan Konstitusi
ü Membatasi
tindakan sewenang-wenang perintah.
ü Menjamin
hak-hak rakyat yang diperintah.
ü Menetapkan
pelaksanaan pemerintah yang berdaulat.
Menurut
Bagir Manan, hakikat tujuan konstitusi merupakan perwujudan paham tentang
konstitusi atau konstitusionalisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan
pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun
setiap penduduk di pihak lain.
2. Fungsi
Konstitusi
Fungsi konstitusi adalah sebagai
dokumen nasional dan alat untuk membentuk sitem politik dan system hukum
Negara.
Undang-Undang
Dasar sebagai konstitusi tertulis yang dikemukakan oleh A.A.H Struycken memuat
tentang :
ü Hasil
perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;
ü Tingkat-tingkat
tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
ü Pandangan
tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu sekarang maupun untuk masa yang
akan dating;
ü Suatu
keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak
dipimpin;
Sedangkan
menurut Sri Soemantri dengan mengutip pendapat Steenbeck menyatakan bahwa
terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi yaitu :
ü Jaminan
hak asasi manusia.
ü Susunan
ketatanegaraan yang bersifat mendasar.
ü Pembagian
dan pembatasan kekuasaan.
Selanjutnya
dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi :
ü Anatomi
kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hokum.
ü Jaminan
dan perlindungan hak asasi manusia.
ü Peradilan
yang bebas dan mandiri.
ü Pertanggungjawaban
kepada rakyat (akuntabilitas public) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan
rakyat.
Keempat
cakupan di atas merupakan dasar utama
bagi suatu pemerintahan yang konstitusional. Namun demikian, indicator suatu
Negara atau pemerintahan disebut demokratis tidaklah tergantung pada
konstitusinya. Sekalipun konstitusi telah menetapka suatu aturan dan
prinsip-prinsip diatas, jika tidak diimplementasikan dalam praktik
penyelenggaraan tata pemerintahan, ia belum bisa dikatakan sebagai Negara yang
konstitusional atau menganut paham konstitusi demokrasi.
C.
Klasifikasi
Konstitusi
Inti konstitusi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1.
Konstitusi tertulis dan tidak tertulis
Konstitusi
tertulis adalah konstitusi dalam bentuk dokumen yang memiliki “kesaklaran
khusus” dalam proses perumusannya. Konstitusi tertulis merupakan suatu
instrument yang oleh para penyusunnya disusun untuk segala kemungkinan yang
dirasa terjadi dalam pelaksanaannya.
Sedangkan
konstitusi tidak tertulis adalah onstitusi yang lebih berkembang atas dasar
adat-istiadat (costume) dari pada hokum tertulis. Konstitusi tidak tertulis
dalam perumusannya tidak membutuhkan proses panjang, misalnya dalam penentuan
quorum, model perubahan (amandemen atau pembaharuan).
2.
Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku
Konstitusi
yang dapat diubah atau diamandemen tanpa adanya prosedur khusus dinyatakan sebagai
konstitusi fleksibel. Sebaliknya konstitusi yang mempersyaratkan prosedur
khusus untuk perubahan atau amandemennya adalah konstitusi kaku.
Menurut
James Bryce, terdapat ciri-ciri khusus pada konstitusi fleksibel, yaitu :
a. Elastis
b. Diumumkan
dan diubah dengan cara yang sama seperti Undang-Undang.
Sedangkan
konstitusi kaku memiliki kekhususannya sendiri, yaitu :
a. Mempunyai
kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang
lain.
b. Hanya
dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa atau dengan persyaratan yang
berat.
3.
Konstitusi Derajat-Tinggi dan Konstitusi
Tidak Derajat-Tinggi
Konstitusi
derajat tinggi ialah suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam
Negara. sedangkan konstitusi tidak sederajat ialah suatu konstitusi yang tidak
mempunyai kedudukan serta derajat seperti konstitusi derajat-tinggi.
4.
Konstitusi Serikat dan Konstitusi
Kesatuan
Bentuk
ini berkaitan dengan bentuk suatu Negara, jika suatu bentuk Negara itu serikat,
maka didapatkan system pembagian kekuasaan anatara pemerintah Negara serikat
dengan pemerintah Negara bagian. System pembagian kekuasaan ini diatur dalam
konstitusi.
5.
Konstitusi Sistem Pemerintahan
Presidensial dan Konstitusi Sistem Pemerintahan Parlementer
Menurut
C.F.Strong, terdapat dua macam pemerintahan presidensial di Negara-negara dunia
dewasa ini dengan ciri-ciri pokoknya sebagai berikut:
a. Presiden
tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislative, akan tetapi dipilih langsung
oleh rakyak atau oleh dewan pemilih, seperti Amerika Serikat dan Indonesia.
b. Presiden
tidak termasuk pemegang kekuasaan legislative.
c. Presiden
tidak dapat membubarkan kekuasaan legislative dan tidak dapat memerintahkan
diadakan pemilihan.
Sedangkan
system pemerintahan yang parlementer mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Kabinet
yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau berdasarkan kekuatan-kekuatan
yang menguasai parlemen.
b. Para
anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkin juga sebagian adalah anggota
parlemen.
c. Perdana
menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
d. Kepala
Negara dengan saran atau nasehat perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan
memerintahkan diadakannya pemilihan umum.
D.
Sejarah dan
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
Sebagai Negara hokum, Indonesia
memiliki konstitusi yang dikenal dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
dalam bahasa Jepang dikenal dengan Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai yang beranggotakan 62 orang, diketuai oleh Mr. Radjiman
Wedyodiningrat.
Tugas pokok badan ini sebenrnya
menyusun rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya berjalan
berkepanjangan, khususnya pada saat membahas masalah dasar Negara. Di akhir
sidang 1 BPUPKI berhasil membentuk panitia kecil yang di sebut dengan panitia
Sembilan. Panitia ini pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil mencapai kompromi
untuk menyetujui sebuah naskah Mukaddimah UUD. Hasil panitia Sembilan ini
kemudian diterima dalam siding II BPUPKI pada tanggal 11 Juli 1945.
Setelah itu Soekarno membentuk
panitia kecil pada tanggal 16 Juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas
menyusun rancangan Undang-Undang Dasar dan membentuk panitia untuk
mempersiapkan kemerdekaan yaitu Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Keanggotaan PPKI berjumlah 21 orang
dengan ketua Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya. Para anggota PPKI
antara lain Mr. Radjiman Wedyodinigrat, Ki Bagus Hadikusumo, Otto
Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soejohamidjojo, Soetarjo
Kartohamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs Yap Tjwan Bing, Dr. Moh
Amir (sumatera), Mr. Abdul Abbas (sumatera), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang
(keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (bali), AH. Hamidan
(Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan MR. Moh. Hassan (sumatera).
Dalam perjalanan sejarah,
konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan, baik nama maupun
substansi materi yang dikandungnya. Perjalanan sejarah konstitusi Indonesia
yaitu:
1. UUD
1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949;
2. Konstitusi
Indonesia serikat yang lazim dengan sebutan konstitusi RIS yang masa berlakunya
sejak 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1949;
3. Undang
Undang Dasar Sementara (UUDS) Republik Indonesia 1950 yang masa berlakunya
sejak 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959;
4. UUD
1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan
masa berlakunya sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 – sekarang;
E.
Perubahan
Konstitusi di Indonesia
Dalam system ketatanegaraan modern,
terdapat dua model perubahan konstitusi yaitu :
a. Renewel
(pembaruan)
Adalah system perubahan konstitusi
dengan model perubahan konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan
adalah konstitusi yang baru.
b. Amandemen
(perubahan)
Adalah perubahan konstitusi yang apabila
suatu konstitusi dirubah, konstitusi yang asli tetap berlaku.
F.
Lembaga
Kenegaraan Pasca Amandemen UUD 1945
Pada setiap pemerintahan terdapat
tiga jenis kekuasaan yaitu: legislative,
eksekutif dan yudikatif . ketiga jenis kekuasaan tersebut terpisah satu
sama lainnya, baik mengenai tugas (functie), mengenai alat perlengkapan (organ)
yang melakukannya.
Sebelum perubahan UUD 1945,
alat-alat perlengkapan Negara dalam UUD 1945 adalah: lembaga Kepresidenan, MPR,
DPA, DPR, BPK dan kekuasaan kehakiman. Setelah amandemen secara keseluruhan
terhadap UUD 1945, alat kelengkapan Negara disebut dengan lembaga tinggi Negara
menjadi delapan lembaga, yakni: MPR, DPR, DPA, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK.
Reformasi ketatanegaraan di Indonesia
terkait dengan lembaga kenegaraan sebagai hasil dari proses amandemen UUD 1945
dapat dilihat pada tugas pokok dan funsi lembaga tersebut yang dikelompokkan
sebagai berikut :
1.
Lembaga Legislatif
Struktur
lembaga perwakilan rakyat secara umum terdiri dari dua model, yaitu: lembaga
perwakilan rakyat satu kamar (unicameral) dan lembaga perwakilan rakyat dua
kamar (bicameral).
Dalam
ketatanegaraan Negara Indonesia, lembaga legislative dipresentasikan pada tiga
lembaga, yakni DPR, DPD dan MPR. Dari ketiga lembaga tersebut MPR merupakan
lembaga yang besifat Khas Indonesia.
Prinsip
permusyawaratan tercermin dalam lembaga MPR, sedangkan prinsip perwakilan
tercermin dalam kelembagaan DPR. DPR memiliki fungsi, legislasi , anggaran, dan
pengawasan.
2.
Lembaga Eksekutif
Kekuasaan
eksekutif dimaknai sebagai kekuasaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kemauan Negara dan pelaksanaan UU. Dalam Negara demokratis kemauan Negara
dinyatakan melalaui Unadang Undang.
Maka tugas utama eksekutif adalah
menjalankan Undang Undang. Menurut C.F Strong, kekuasaan eksekutif mencakup
beberapa bidang:
a. Diplomatic,
yakni menyelenggarakan hubungan diplomatic dengan Negara-negara lain.
b. Administratif,
yakni melaksanakan undang – undang serta peraturan-peraturan lain dan
menyelenggarakan administrasi Negara.
c. Militer,
yakni mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan
pertahanan Negara.
d. Legislative,
yakni membuat rancanan Undang Undang yang diajukan ke lembaga legislative, dan
membuat peraturan-peraturan.
3.
Lembaga Yudikatif
Kekuasaan
yudikatif berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juga dipahami mempunyai dua
pintu, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi
merupakan lembaga baru yang diperkenalkan oleh perubahan ketiga UUD 1945. Salah
satu landasan yang melahirkan lembaga ini karena sudah tidak ada lagi lembaga
tertinggi Negara. Maka itu bila terjadi persengketaan antar lembaga tinggi
Negara, diperlukan sebuah lembaga khusus yang menangani sengketa tersebut yang
disebut dengan Mahkamah Konstitusi.
4.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK
dapat dikatakan mitra kerja yang erat bagi DPR terutama dalam mengawasi kinerja
pemerintah, yang berkenaan dengan soal-soal keuangan dan kekayaan Negara. BPK
adalah lembaga Negara yang memiliki kewenangan memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab Negara.
G.
Tata Urutan
Perundang-Undangan Indonesia
Kerangka Implementasi
Konstitusi Undang-Undang Dasar
Indonesia adalah Negara yang
berdasarkan hukum (rechsstat), bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (matchsstat).
Konsep hokum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Adanya perlindungan terhadap HAM.
2.
Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan
pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM.
3.
Pemerintahan berdasarkan peraturan.
4.
Adanya peradilan Administrasi.
Diawal
tahun 1966, melalui ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 lampiran 2, disebutkan
bahwa hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan Indonesia adalah
sebagai berikut:
1.
UUD 1945.
2.
Ketetapan MPR.
3.
UU atau Peraturan Pemerintah Pengganti
UU.
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Keputusan Presiden
6.
Peraturan-peraturan pelaksananya,
seperti:
a. Peratuan
Menteri
b. Instruksi
Menteri
Selanjutnya
berdasarkan ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
UUD 1945.
2.
Tap MPR.
3.
Undang-undang.
4.
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang.
5.
Peraturan Pemerintah.
6.
Keputusan Presiden.
7.
Peraturan Daerah.
Penyempurnaan
terhadap tata urutan perundangan-undangan Indonesia terjadi kembali pada
tanggal 24 Mei 2004 ketika DPR menyetujui RUU Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Dalam UU NO. 10 Tahun 2004 yang berlaku secara efektif
bulan November 2004. Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 adalah sebagai berikut:
1.
UUD 1945.
2.
UU /Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang.
3.
Peraturan Pemerintah.
4.
Peraturan Presiden.
5.
Peraturan Daerah, yang meliputi: Peraturan
Pemerintah Provinsi. Peraturan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peraturan Desa.
Dengan
dibentuknya hierarki perundang-undangan, maka segala peraturan dalam hierarki
yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, tidak bisa dilaksanakan dan
batal demi hokum.
Apakah ini tidak ada rujukannya ?
BalasHapusIjin copas boleh ya?
BalasHapus